Tokoh Pendiri Kampung Inggris Pare

Mr. Kalend Osen: Tokoh Pendiri Kampung Inggris Pare

Bebicara tentang Kampung Inggris Pare, tentu tidak bisa terlepas dari tokoh pendirinya yaitu Mr. Kalend O. Meskipun namanya sekilas seperti nama seorang bule, namun kesan itu akan buyar ketika mengetahui bahwa sebenarnya beliau adalah warga Indonesia asli yang menjadi pendatang di Pare, Kediri. Asal beliau adalah dari daerah Sebulu, Tenggarong, Kalimantan Timur, yang saat sebelum beliau datang ke Jawa, masih merupakan hutan belantara.

Merubah Nasib ke Tanah Jawa

Pada akhir tahun 60an, ketika masih berada di daerah asalnya ,Sebulu, Kalend muda bekerja sebagai penebang kayu – kayu besar, ikut perusahaan yang ada disana. Merasa jenuh dengan pekerjaan dan keinginan kuat untuk merubah nasib, kalend muda bertekad untuk hijrah ke pulau Jawa yang saat itu menjadi simbol dari modernisasi dan pusat pendidikan di tanah air.

Kalend muda mulai mencari informasi tentang tempat belajar yang baik dan pilihan akhirnya jatuh ke Pondek Modern Gontor. Beliau mulai menabung sebagian uang hasil dari menebang pohon untuk bekal ke Jawa. Setelah sekian lama menabung, pada usia 27 tahun, beliau akhirnya bisa mewujudkan impianya untuk hijrah ke Pulau Jawa dan belajar di Gontor.

Menjadi siswa tertua di kelas.

Baru masuk Gontor pada usia 27 tahun tentu merupakan hal yang tidak biasa, mengingat rata-rata santri baru umumnya baru berumur 12 atau 13an tahun. Hal ini membuat Kalend muda menjadi siswa paling “senior” dikelas dan bahkan diseluruh angkatan. Bahkan sebagian pengajar-pengajarnya pun usianya masih dibawah beliau. Meskipun demikian, beliau tidak merasa kecil hati dan malu untuk belajar bersama-sama santri yang lain dan bahkan beliau juga aktif untuk mengikuti kegiatan pramuka yang kadang mengharuskan beliau untuk ikut berlari-lari, merayap-rayap dan banyak kegiatan lainnya. Beliau tetap ikut dan patuh pada apa yang memang diwajibkan bagi seluruh santri, tanpa meminta untuk diperlakukan berbeda.

Hampir kehabisan bekal

Pada tahun kelima Kalend muda di Gontor, beliau sudah hampir kehabisan bekal tabungan. Uang itu tentu tidak cukup jika digunakan untuk menyelesaikan pembelajaran di Gontor yang masih beberapa tahun lagi. Disisi lain, beliau juga tidak berani pulang karena masih merasa belum sukses merantau di Jawa. Juga merasa tidak sampai hati jika harus membebani orang tua di kampung. Akhirnya dengan berat hati beliau memutuskan untuk keluar dari Gontor. Beliau memanfaatkan bekal yang tersisa untuk fokus memperdalam skill yang sudah beliau miliki, yaitu bahasa Inggris. Sampai akhirnya beliau mendengar tentang seorang pakar bahasa dari Pare Kediri yang bernama Kyai Ahmad Yazid.

Berguru pada Kyai Ahmad Yazid

Kyai Ahmad Yazid adalah seorang tokoh nasional yang pada zaman pemerintahan Soeharto sering mendapat tugas untuk menjadi penerjemah berbagai bahasa baik di dalam maupun di luar negeri. Beliau adalah seorang poliglot yang menguasai banyak bahasa asing seperti bahasa inggris, belanda, jepang, perancis dll. Konon beliau menguasai tidak kurang dari 9 bahasa asing. Dibawah bimbingan Kyai Yazid inilah kemudian Kalend muda semakin mendalami bahasa Inggris. Bahkan sebagian orang yang datang belajar ke Kyai Yazid pada akhirnya diminta untuk belajar pada Kalend muda.

Membuka kursus sendiri di teras rumah

Melihat kemampuan Kalend muda yang sudah cukup untuk mengajar sendiri, akhirnya Kyai Yazid menyarankan Kalend muda untuk membuka kursus sendiri. Mulai dari sinilah pak Kalend mulai merintis karirnya.

Sebelum pak Kalend melembagakan kursusannya yang kemudian di namainya Basic English Course (BEC), beliau mengajar bahasa Inggris secara private dan kadang dengan kelompok-kelompok kecil dari satu tempat ke tempat lain. “Saya dulu mengajar bahasa Inggris di emperan orang, dari satu tempat ke tempat lain.” Begitu kata pak Kalend setiap mengenalkan lembaganya ke siswa baru di awal pembelajaran.

Siswa habis ditengah jalan

Pada waktu Pak Kalend awal-awal mengajar pada tahun 70an, tidak banyak orang yang mau belajar bahasa Inggris, seringkali hanya sekitar lima sampai sepuluh orang. Itupun yang hadir saling bergantian, jarang istiqomah hadir bersamaan secara penuh di setiap pertemuan. Jadi bongkar pasang. Bahkan pernah siswanya juga habis di tengah jalan.

Bisa dibayangkan betapa susahnya saat itu untuk mengumpulkan pelajar yang minat dan mau belajar bahasa Inggris. Rata-rata pelajar waktu itu tidak suka bahasa Inggris, karena asumsi mereka bahasa Inggris itu sangat sulit, tidak menarik, bahasanya orang kafir, ditambah lagi lokasinya di daerah terpencil, listrik belum ada.

Usaha mulai berbuah

Pak Kalend ternyata orangnya tidak gampang menyerah dalam menghadapi berbagai keadaan dan tekanan; muridnya habis di tengah jalan, diperlakukan yang tidak layak oleh orang-orang yang tidak suka dengan bahasa Inggris, tuntutan kebutuhan hidup yang terus mengejarnya, dll. Beliau tetap tegar, berdiri tegak dan mencari dan mencari siswa lagi untuk diajari bahasa Inggris.

Meski dengan modal yang sangat terbatas tapi dengan pantang menyerah itulah akhirnya Pak Kalend mulai dikenal dan mulai mendapat siswa dalam jumlah yang banyak. Akhirnya BEC banyak melahirkan alumni yang akhirnya ikut “meramaikan” kursusan di Pare hingga mencapai “prestasi” seperti sekarang ini.

Mendorong murid-muridnya untuk “menjadi saingan”
Salah satu karakter yang susah ditiru dari Mr. Kalend adalah beliau tidak ingin sukses sendiri. Beliau rela untuk menjadi “tumbal” betapa susahnya merintis sebuah lembaga, mengenalkan, mempromosikan dari pintu-kepintu tentang betapa pentingnya bahasa Inggris dimasa depan. Dan ketika BEC sudah mulai dikenal dimana-mana, beliau malah langsung berbagi kesusksesan itu dengan cara mendorong murid-muridnya untuk ikut mendirikan lembaga. Bahkan beliau malah membatasi jumlah siswa yang ingin mendaftar ke BEC dengan maksud agar calon siswa itu mendaftar ke tempat lain di sekitar BEC. Kalau saja beliau mau, tentu beliau bisa saja menerima semua yang ingin daftar ke BEC itu dengan keuntungan yang berlipat-lipat dan sekaligus menjadi pemain tunggal di Pare. Namun seperti yang kita tahu, sekarang ada tidak kurang dari 160 lembaga yang berdiri di Kampung Inggris Pare.

Begitulah bagaimana sebuah karakter yang sangat kuat, tidak kenal lelah, pantang menyerah, mau berbagi dan tidak mau menang sendiri telah membentuk tidak hanya sebuah pribadi, tapi juga orang-orang disekitarnya, lembaganya dan bahkan lingkungannya. Iya, lingkungan itu terbentuk dari sebuah karakter dari seorang yang bernama Kalend Osen. Dan lingkungan itu sekarang kita kenal dengan julukan Kampung Inggris Pare.

Leave a Replay